PANDANGAN ISLAM MENGENAI HUKUM ANAK HASIL INSEMINASI,
ANAK ANGKAT/ADOPSI DAN ANAK ZINA
1.
Anak hasil Inseminasi
Masalah
bayi tabung/inseminasi buatan telah banyak dibicarakan dikalangan islam dan
non-islam, baik dikalangan nasional maupuninternasional. Misalnya majlis tarjih
muhammadiyah dalam maktamarnya tahun 1980 mengharamkan bayi tabung dengan donor
sperma[1]. Lembaga fiqih dalam islam OKI (Organisasi Konferensi Islam)
mengadakan sidang di Amman pada tahun 1986 untuk membahas beberapa teknik
inseminasi buatan, dan mengharamkan bayi tabung dengan sperma atau ovun
donor[2]. Vatikan secara resmi tahun 1987 telah mengecam kerastelahmengancam
keras pembuahan buatan, bayi tabung, ibu titipan, dan sleksi jenis kelamin
anak, karena dipandang tidak bermoral dan bertentangan dengan harkat manusia[3].
Bayi
Tabung/inseminasi buatan apabila dilakukan dengan sel sperma dan ovum suami
istri sendiri dan tidak ditransfer embrionya keladalm rahim wanita lain
termasuk istrinya sendiri yang lain(bagi suami yang paligami), maka islam
membenarkan, baik dengan cara mengambil sel sperma suami, kemudian disuntikkan
kedalam vagina atau uterus istri, maupun denga cara pembuahan dilakukan diluar
rahim, kemudian buahnya(vertilized ovum) ditanam didalam rahim istri asal
keadaan kondisi suami istri yang bersangkutan benar-benar memerlukan cara
inseminasi buatan untuk memeperoleh anak, karena dengan cara pembuahan alami,
suami istri tidak berhasil memperoleh anak. Sebaliknya, apabila inseminasi ini
dilakukan dengan bantuan donor aperma atau ovum, maka diharamkan, dan hukumnya
sama dengan zina(prostitusi) dan sebagai akibat hukumnya, anak hasil inseminasi
tersebut tidak sah dan nasabnya hanya berhubungan dengan ibu yang
melahirkannya[4].
2.
Anak Adopsi
Anak
Adopsi yaitu mengambil anak orang lain untuk diberi status sebagai anak
kandung, sehingga ia berhak memakai nasab orang tua angkatnya dan mewarisi
harta peninggalannya, dan hak-hak lainnya sebagai hubungan anak dengan orang
tua[5].
Bagaimana
pandangan islam mengenai adopsi? Apabila adopsi atau tabanni(bhs arab)
diartikan sebagai “pengangkatan anak orang lain dengan
status seperti anak kandung”, maka jelas Islam melarang sejak turun
QS.Al-Ahzab:37
Artinya: “maka
tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya(menceraikannya), kami
kawinkan kamu dengan dia(setelah habis idahnya) supaya tidak ada keberatan bagi
orang mukmin untuk mengawini istri-istri anak-anak angkat mereka, apabila
anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada istri-istrinya.
Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi.
Surah Al-Ahzab ayat 37 yang
menerangkan kasus Zaid dengan Zainab diatas adalah untuk menegaskan, bahwa:
1.
Adopsi
ssperti praktek dan tradisi di zaman jahiliyah yang memberi status kepada anak
angkat sama dengan status anak kandung tidak dibenarkan (dilarang) dan tidak
diakui oleh islam.
2.
Hubunagan
anak angkat dengan orang tua angkat dengan keluarganya tetap seperti sebelum
diadopsi, yang tidak mempengaruhi kemahraman dan kewarisan[6], baik anak angkat
itu diambil dari intern kerabat sendiri, seperti dijawa, kebanyakan kemenakan
sendiri diambil sebagai anak angkatnya, maupun diambil dari luar lingkungan
kerabat[7].
Namun,
melihat hubungan yang sangat akrab antara anak angkat dan orang tua angkat,
sehingga merupakan suatu kesatuan keluarga yang utuh yang diikat oleh rasa
kasih sayang yang murni, dan memperhatikan pula pengabdian dan jasa anak angkat
terhadap rumah tangga orang tua angkat termasuk kehiupan ekonominya, maka
sesuai dengan asas keadilan yang dijunjujung tinggi oleh islam, secara moral
orang tua angkat dituntut memberi hibah atau wasiat sebagai hartanya untuk
kesejahteraan anak angkatnya. Dan apabila orangtua waktu masih hidup lalai
memberi hibah atau wasiat kepada anak angkat, maka sey ogianya ahli waris orang
tua angkatnyabersedia memberi hibah yang pantas dari harta peninggalan orang
tua angkat yang sesuai dengan pengabdian dan jasa anak angkat.
3.
Anak hasil Zina
Anak
Zina ialah anak yang lahir diluar perkawinan yang sah. Menurut hukum perdata,
anak zina/jadah itu suci dari segala dosa orang yang menyebabkan eksistensinya
di dunia ini, sesuai dengan hadis Nabi Muhammad saw:
Artinya: “semua
anak dilahirkan atas kesucian/kebersihan (dari segala dosa/noda) dan pembawaan
beragama tauhid, sehingga ia jelas bicaranya. Maka kedua orangtuanyalah yang
menyebabkan anaknya menjadi yahudi, atau nasrani atau majusi (HR Abu ya’la
Al-Thabrani, dan Al-Baihaqi dari Al-Aswad bin Sari)[8].
Dan
berdasarkan firman Allah dalam QS Al-Najm:38
Artinya:
“Bahwasanya bahwa seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa yang lain.”
Karena
itu anak zina harus diperlakukan secara manusiawi, deberi pendidikan,
pengajaran, dan keterampilan yang berguna untuk bekal hidupnya dimasyarakat
nanti. Yang bertanggung jawab untuk mencukupi kebutuhan kehidupannya baik
materil spiritualnya adalah yang terutama ibunya yang melahirkannya dan
keluarga ibunya. Sebab anak zina hanya mempunyai hubungan nasab atau perdata
dengan ibunya.
Apabila
ibunya yang melahirkan tidak bertanggung jawab, bahkan sampai hati membuangnya
untuk menutupi malu/aib keluarga, maka siapapun yang menemukan anak (bayi) zina
tersebut wajib mengambilnya untuk menyelamatkan jiwanya dan wajib untuk
mengasuhnya, mendidiknya dengan baik, dan untuk mencukupi kebutuhan hidup anak
tersebut, bisa atas harta pribadi keluarga tersebut dan bisa juga atas bantuan
Baitul Mall. Dan bisa juga anak tersebut diserahkan kepada Panti Asuhan Anak
Yatim.
Daftar Pustaka
1.
Muhammad
thahir badri,”imam jenazah pratelan”, panji masyarakat, No.514 tahun XXVIII/I
September 1986,hal 20.
2.
“Fatwa
lembaga fiqih islam OKI Tentang Bayi Tabung”, Panji Masyarakat,No.525 Tahun
XXVIII/21 Desember 1986, hal 34.
3.
“vatikan
Resmi Mengecam Pembuahan Buatan”,Kompas,12 Maret 1987,kolom4-9,hal 1
4.
Mahmud
Syaltut, al-Fatwa, Cairo, Darul Qalam,n.d,hal.326-329
5.
Mahmud
Syaltut,AL-fatwa, Mesir Darul Qalam,s.a, hal 321-322
6.
Ibid
7.
B.Ter
Haar Bzn,op.cit hal.184
8.
Al-Suyuti,
AL-Jami’ al-Shaghir,vol.II,Cairo,Musthafa al-Babi al-Halabi 1954, hal 17.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar